Sunday, April 12, 2015

Kopi Kelelawar Khas Pagaralam, Idola Baru Penikmat Kopi

Channel Kopi - Namanya mungkin jarang terdengar sehingga terkesan asing di telinga. Tapi ternyata minuman yang satu ini kian populer dan semakin digemari karena rasa khasnya. Saat diseduh, aromanya terasa berbeda dan saat diminum, perpaduan rasa pahit dan sedikit asam menimbulkan sensasi tersendiri. Itulah Kopi Kelelawar asal Kota Pagaralam yang belakangan mencuri perhatian para penikmat kopi.

Konon kopi jenis ini dikenalkan para petani dari Dusun Talang Genteng, Kelurahan Gunung Dempo, Kecamatan Pagaralam Utara. Di antara pelakunya adalah Mardoyo (36). Saat ditemui akhir bulan lalu, ia mengaku sudah mengumpulkan kopi kelelawar sejak tahun 2012. Saat itu, ia sering mendapati biji kopi yang masih terbungkus serat atau "kulit ari" berhamburan di bawah batang kopi. Ia penasaran, binatang apa yang membuat biji kopi tersebut bisa menjadi seperti itu. Ia pun melakukan pengintaian di malam hari, dan ternyata biji kopi tersebut adalah bekas kelelawar.

Berbeda dengan kopi luwak, kopi kelelawar itu tidak melalui proses pencernaan, karena kelelawar hanya memilih buah yang benar-benar masak dan memakan kulitnya.

"Sayang kalau dibiarkan berhamburan, akhirnya saya kumpulkan dan saya jadikan bubuk kopi. Ternyata rasanya enak, tidak kalah dengan rasa kopi luwak," kata Mardoyo yang sebelumnya juga sering mengolah kopi luwak.

Sebagai petani kopi, Mardoyo mengaku ada yang khas dari kopi kelelawar. Karena itu, ia meminta para petani kopi lainnya mengumpulkan kopi bekas kelelawar tersebut untuk dibelinya seharga Rp 25 ribu per kilogram. Permintaan Mardoyo disambut baik oleh para petani kopi, apalagi harga kopi biasa pada saat itu hanya belasan ribu rupiah. Kopi kelelawar yang dibeli dari petani lain kemudian diproses menjadi bubuk dan dijualnya seharga Rp 150 ribu per kilogram. Caranya, kopi yang diperoleh dijemur terlebih dahulu. Setelah benar-benar kering, kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Proses selanjutnya adalah menyangrai (goreng tanpa minyak) biji kopi sekitar satu jam lebih, baru kemudian ditumbuk halus menggunakan lesung.

Ratusan kilogram kopi kelelawar sudah terjual dan hasilnya dirasa Mardoyo cukup membantu perekonomian keluarga. Sekarang, dalam satu hari dia mendapat sekitar 2 kilogram kopi kelelawar, baik dari hasil mencari sendiri maupun membeli dari petani lain.

"Tidak mudah mengumpulkan biji kopi bekas kelelawar Pak. Bukan seperti kopi luawak yang bertumpuk-tumpuk. Kopi kelelawar biasanya berhamburan dan harus dipungut satu per satu," ujarnya.

Sebagai petani yang aktif mengumpulkan biji kopi bekas kelelawar, Mardoyo sudah cukup dikenal sebagai penyuplai kebutuhan kopi jenis ini bahkan sudah menjadi langganan PT PNM Jakarta. Di pusat oleh-oleh Kota Pagaralam pun kopi kelelawar hasil produksi Mardoyo juga bisa ditemukan.

Belakangan kopi kelelawar kian populer, khususnya di wilayah Pagaralam sendiri. Seriring dengan itu, permintaan pun relatif bertambah. Namun karena sulitnya mendapatkan kopi kelelawar, Mardoyo dan beberapa petani yang tertarik mengolah kopi jenis ini berinisiatif memilahara kelelawar sama seperti memelihara musang yang menghasilkan kopi luwak. Sayang upaya tersebut gagal, karena kelelawar ternyata tidak mudah dipelihara.

"Setelah ditangkap kelelawar hanya bisa bertahan satu minggu dikandang, setelah itu mati," kata Mardoyo.

Selain rasanya yang khas, kopi kelelawar dipercaya warga setempat mengandung khasiat tertentu. Salah satunya mengobati penyakit asma atau sesak nafas. Meski demikian, hingga saat ini belum ada penelitian lebih lanjut mengenai khasiat yang dimaksudkan.

No comments:

Post a Comment